Akhirnya, Muhdianto memberontak dan meminta agar ia dikembalikan ke Korem. "Saya lebih baik dipulangkan ke Korem daripada harus pergi ke Jabung setiap minggu," tambahnya.
Akhirnya permintaan Muhdianto disetujui. Muh bisa melakukan wajib lapor di Balai Desa selama 3 tahun.
Dengan adanya pernyataan Presiden Jokowi mengenai pengakuan kejahatan HAM Berat di masa lalu, Muhdianto berharap para korban Talangsari 1989 bisa mendapat keadilan serta peristiwa yang menimpanya ini tidak terjadi lagi pada rakyat Indonesia lainnya.
Situasi yang sama juga dialami oleh Sarwiyati (55 tahun). Sarwiyati sebelumnya tinggal di Menggala. Pada hari itu, 6 Februari 1989, ia pergi ke Cihideung untuk menengok ibunya. Sebelumnya, ia bermimpi yang membuatnya ingin bertemu dengan ibunya, sehingga ia memutuskan untuk pergi ke Cihideung dari Menggala
Tidak lama setelah tiba di rumah orang tuanya, ia mendengar keributan di luar.
Karena peristiwa itu, rumah sang ibu habis terbakar. Sarwiyati bersama ibu dan kakak perempuannya, Turasih lalu tinggal di gubuk berukuran 2 x 5 meter berlantai tanah.
Mereka sering kali terserang demam dan muntaber. "Air kami ambil dari rawa, makan apa yang ada," ujar Sarwiyati, mengatakan bahwa ia merasa sakit perut jika harus makan oyek karena tidak terbiasa.
Saat itu, Sarwiyati memiliki dua anak laki-laki, yang berusia 11 bulan dan 8 tahun. "Sangat sulit. Kami berjuang sekuat tenaga," katanya.
Ketakutan tersebut bahkan membuatnya demam ketika melihat tentara berseragam karena senjata laras panjang pernah diarahkan kepadanya.