Nasib Korban Tragedi Talangsari: Ibarat Sakit Bertahun-tahun, tetapi Belum Diberi Obat

- 6 Februari 2023, 11:26 WIB
Turasih (60 tahun) sedang membuat oyek-oyek. Korban peristiwa Talangsari 1989 ini sudah menekuni usaha oyek-oyek selama kurang lebih 20 tahun.
Turasih (60 tahun) sedang membuat oyek-oyek. Korban peristiwa Talangsari 1989 ini sudah menekuni usaha oyek-oyek selama kurang lebih 20 tahun. /Metro Lampung News/Lutfi Yulisa

PR Metro Lampung News-- Senin siang, 6 Februari 1989 sekitar pukul 11.00 WIB. Turasih (26 tahun) baru pulang dari sawah. Di luar rumahnya, di Dusun Cihideung, Lampung Timur, ia melihat banyak orang.

Dari dalam rumah, Turasih mendengar tiba-tiba seseorang berteriak dari luar, “Ibu! Jangan keluar-keluar! Bahaya!”

Turasih mengaku tak tahu siapa orang tersebut.

Setelah itu, ia mendengar deru tembakan. Desing peluru terdengar sangat keras. Sumbernya berasal dari pondok pesantren yang dipimpin Warsidi di Dusun Cihideung, Desa Talangsari, Kecamatan Rajabasa Lama, Kabupaten Lampung Tengah (sekarang masuk Kabupaten Lampung Timur).

Turasih teringat bahwa anak-anaknya masih bermain di luar. Segera ia cari anak-anaknya. Setelah mengumpulkan anak-anaknya, Turasih bergegas lari menyelamatkan diri bersama anak-anaknya.

Tak ada harta benda yang sempat ia bawa, hanya baju yang ia kenakan. Bersama empat anaknya ia lari menerobos kebun jagung. Anak pertamanya masih berusia 7 tahun sementara yang paling kecil berusia 6 bulan.

“Anak saya yang bayi, sampai luka-luka kakinya kena duri kucingan (tanaman putri malu),” tutur Turasih, Minggu 15 Januari 2023.

Ia lupa menutupi kaki bayinya dengan selimut karena panik.

Perempuan yang kini berusia 60 tahun ini juga masih ingat meninggalkan tiga sapinya yang masih diikat di pohon nangka.

Halaman:

Editor: Alfanny Pratama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x