“Setelah itu saya disiksa, kepala saya dipukul menggunakan pistol, malam harinya saya diseret ke kolam,” jam 12 malam baru Edi dimasukan kembali ke sel.
Dua bulan Edi dan sang Ibu ditahan, sampai akhirnya sang ayah datang membawa surat dari desa dan kepolisian untuk menjemput mereka. Ternyata selama ini, ayahnya ditahan kurang lebih 3 bulan berpindah-pindah tempat. Azwar, Ayah Edi dibebaskan atas dasar keterlibatan ringan sebagai ex Jemaah Warsidi.
Sebelum bebas, Edi dipanggil oleh putugas untuk mengambil tumpukkan berkas.
“Saya masih inget dan membaca berkas itu adalah laporan introgasi ibu dan dirinya, saya gotong lalu disuruh bakar,” Edi membuang berkas tersebut ke dalam drum setengah yang sudah berapi.
Ketua PK2TL ini mengaku bahwa ia dan keluarganya tak tahu menahu asal peristiwa Talangsari. Ia juga belum mendengar kabar tentang peristiwa Talangsari yang juga terjadi di Cihideung di hari yang sama pada 7 Februari 1989.
“Saya sama anak-anak memang biasa ngaji di tempat Zamzuri.”
Namun ia tak habis pikir bagaimana bisa ayahnya dikaitkan dengan Jemaah Warsidi, karena memang ayahnya tak ikut mengaji di sana.
Di tahun 1989 itu, Ayah dua orang anak ini mengaku ia hidup dalam keluarga yang berkecukupan.
“Ayah sudah mampu membeli TV, punya motor binter merzy dan mobil colt,” Edi mengatakan ayahnya berjualan hasil bumi.
Namun setelah peristiwa itu, hidupnya berubah drastis. Sekembalinya dari Padang ke Lampung, rumah Edi sudah hancur total.