Menilik Peristiwa Talangsari 1989, Kisah Korban Berdamai dengan Trauma

- 6 Desember 2021, 23:49 WIB
Angka 1989 dimana tahun terjadinya Peristiwa Talangsari, terukir di lantai rumah Mardi
Angka 1989 dimana tahun terjadinya Peristiwa Talangsari, terukir di lantai rumah Mardi /Metro Lampung News/Lutfi Yulisa/

Pada 27 Januari 1989, Camat Way Jepara, Zulkifli Maliki mengirim surat kepada Kapten Soetiman (Danramil Way Jepara) yang isinya memberitahukan bahwa di Cihideung ada kelompok yang melakukan kegiatan yang mencurigakan berkedok pengajian. Selanjutnya, pada 5 februari 1989, malam hari aparat Kodim Metro menyergap 6 orang pemuda Jemaah ketika sedang melakukan ronda. 

Kemudian pada 6 Februari 1989, Mayor E.O Sinaga bersama pasukan dari Koramil Way Jepara mengunjungi perkampungan dan mengakibatkan perselisihan yang berlanjut pada tindak kekerasan yang menewaskan Kapten Soetiman. 

Setelah peristiwa tersebut pada 7 Februari 1989 pukul 04.00 pagi  terjadi penyerbuan yang dipimpin oleh Danrem Garuda Hitam 043, Kol. Hendropriyono yang menyebabkan 246 orang jemaah Warsidi hingga kini dinyatakan hilang. Perkampungan Cihideung habis dibakar dan ditutup untuk umum. 

Selain terjadi di Cihideung Dusun Talangsari, rangkaian peristiwa Talangsari juga terjadi di desa Sidorejo Kabupaten Lampung Timur. Sidorejo menjadi tempat transit sebelum Jemaah Mujahidin sampai di pondok pesantren Cihideung.

Salah satu korban yang tinggal di desa Sidorejo adalah Edi Arsadad yang merupakan ketua Paguyuban Keluarga dan Korban Talangsari Lampung (PK2TL). Edi Arsadad masih berusia 11 tahun saat peristiwa Talangsari terjadi.

Edi Arsadad,  ketua Paguyuban Keluarga dan Korban Talangsari Lampung (PK2TL) menunjukkan jalan setapak yang dilalui korban Talangsari untuk menyelamatkan diri/Metro Lampung News/Lutfi Yulisa
Edi Arsadad, ketua Paguyuban Keluarga dan Korban Talangsari Lampung (PK2TL) menunjukkan jalan setapak yang dilalui korban Talangsari untuk menyelamatkan diri/Metro Lampung News/Lutfi Yulisa

Siang itu, Sabtu 20 November 2021, Edi Arsadad kembali menceritakan apa yang dialaminya 32 tahun silam. Selasa, 7 Februari 1989 pagi hari Edi melihat aparat  menyerbu kediaman Zamzuri. Lalu terjadilah bentrok antara aparat dengan Zamzuri dan 8 orang jemaah.

Dalam peristiwa tersebut Edi yang ikut berlari saat terjadi kejar-kejaran antara aparat dan Jemaah. Edi melihat Serma Sudargo dari Polsek Sidorejo tewas. 

“Saya sembunyi dari balik tempat sembahyang orang hindu.” 

Edi bahkan ikut menutupi tubuh  Kepala Desa Sidorejo Arifin Santoso yang turut tewas pada peristiwa itu. 

Halaman:

Editor: Alfanny Pratama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x