Perkumpulan Damar Respon Kekerasan Seksual di Kampus Swasta

- 17 November 2023, 22:49 WIB
Perkumpulan Damar Respon Kekerasan Seksual di Kampus Swasta.
Perkumpulan Damar Respon Kekerasan Seksual di Kampus Swasta. /Pixabay/succo

 

PR Metro Lampung News-- Penetapan status tersangka Dosen HS dari Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan PGRI Lampung oleh Kepolisian Daerah Lampung/POLDA Lampung menunjukkan bahwa tidak ada ruang aman yang cukup untuk perempuan di lingkungan kampus. Ruang aman di kampus, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, melibatkan aspek lebih luas dari sekadar kegiatan di dalam kampus.

Ruang tersebut mencakup pelaksanaan Tridharma perguruan tinggi, baik di dalam maupun di luar kampus. Salah satu langkah pencegahan kekerasan seksual, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Permendikristek, adalah pembatasan pertemuan di luar kampus. Terjadinya kegiatan di luar kampus STKIP PGRI yang berujung pada kekerasan seksual menjadi catatan penting terhadap mekanisme pencegahan dan penanganan yang perlu diperhatikan oleh kampus.

Sejak kasus ini dilaporkan pada 4 Agustus 2023, baru pada bulan November 2023 HS ditetapkan sebagai tersangka. Waktu yang diperlukan tersebut memberikan ketidakpastian dan penderitaan bagi korban, mengingat pelaku baru ditetapkan sebagai tersangka pada bulan ini. Penting untuk memahami bahwa penetapan status tersangka HS perlu dilihat dalam konteks relasi kuasa, di mana ketidaksetaraan memudahkan pelaku memanfaatkan posisinya sebagai dosen untuk melakukan tindakan kekerasan seksual.

Baca Juga: Pentingnya Kesehatan Mental Bagi Para Atlet Esports, Ini Upaya Ampverse dalam Menjaga Kesehatan Mental Timnya

Tim Penanganan Kasus Perkumpulan Damar Sely Fitriani, Rabu 16 November 2023 menuturkan kinerja POLDA Lampung yang menetapkan tersangka kepada Dosen HS, adalah sebagai langkah awal untuk berkomitmen menciptakan ruang aman, khususnya di lingkup kampus. Lalu, mengakui bahwa tindak pidana kekerasan seksual memiliki dampak serius terhadap korban, termasuk penderitaan fisik, mental, kerugian ekonomi, dan/atau kerugian sosial. Selanjutnya, Perkumpulan Damar menilai peristiwa kekerasan seksual di kampus membuktikan bahwa ruang publik seperti kampus pun rentan dan dapat membangun kerentanan serta ketidaksetaraan bagi perempuan. Lalu, relasi kuasa yang terjadi di lingkungan kampus, seperti yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, memperparah kondisi ini.

Perkumpulan Damar harap POLDA Lampung dan Kejaksaan Tinggi Lampung untuk mempertimbangkan pasal 12 sebagai pemberatan karena adanya pemanfaatan posisi, kedudukan, dan kewenangan dosen kepada korban mahasiswi. Secara tegas juga dalam Pasal 15 UU TPKS disebutkan penambahan 1/3 jika salah satunya dilakukan oleh pelaku yang berprofesi sebagai pendidik. Unsur dalam kedua pasal tersebut terpenuhi ketika mengacu pada peristiwa kekerasan seksual yang terjadi mengingat pelaku adalah dosen sedangkan korban adalah mahasiswanya.

Perkumpulan Damar pun mendukung POLDA Lampung dan Kejati Lampung untuk memperhatikan adanya restitusi sebagai bagian dari pidana penjara yang diancam lebih dari 4 (empat) tahun dan restitusi hak bagi korban sebagaimana dalam Pasal 30 UU TPKS. Kerugian bagi korban yang harus diganti melalui restitusi adalah kekayaan atau penghasilan, akibat dari penderitaan akibat Tindak Pidana Kekerasan Seksual, penggantian biaya medis/psikologis, atau kerugian lain yang timbul.

Lalu, mendorong dan mendukung juga POLDA Lampung dan Kejati Lampung untuk mengungkap kemungkinan atau dugaan adanya korban lain dalam kasus ini maupun kasus lain yang ada di kampus. Mendorong dan mendukung juga POLDA Lampung dan Kejati Lampung untuk mengungkap dan menindak tegas apabila adanya obstruction of justice/ upaya mencegah, merintangi atau menggagalkan penyidikan dan penuntutan dalam kasus TPKS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 UU TPKS.

Selanjutnya, nendorong dan mendukung POLDA Lampung untuk mengutamakan keselamatan dan kesehatan korban yaitu dengan melakukan penetapan pelindungan sementara bagi korban yang kemudian diikuti dengan permintaan pelindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana diatur dalam Pasal 42, 43, dan 44 UU TPKS. Pada saat pemberian pelindungan sementara ini POLDA juga dapat bekerja sama dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak di Provinsi Lampung. 

Halaman:

Editor: Lutfi Yulisa


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x