Pattiro dan YKWS Suarakan Perubahan Iklim yang Responsif Gender di Desa Tulus Rejo Lampung Timur

- 8 April 2022, 11:52 WIB
Proses diskusi bersama warga Desa Tulus Rejo, Lampung Timur mengenai potensi bencana dalam perubahaan iklim
Proses diskusi bersama warga Desa Tulus Rejo, Lampung Timur mengenai potensi bencana dalam perubahaan iklim /Rilis/

PRMN Metro Lampung-- Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) berkolaborasi dengan Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS) menyuarakan perubahaan iklim yang responsi gender melalui berdialog dengan warga Desa Tulus Rejo, Lampung Tumur. Pembahasan diskusi terfokus pada identifikasi bencana alam, kerentanan dan kapasitas komunitas dalam menghadapi perubahan iklim Kamis, 7 April 2022.

Perlu diketahui kegiatan kalo itu bagian dari Program VICRA (Voice of Inclusiveness Climate Resilience Action) atau suara untuk perubahan iklim yang inklusif. Program VICRA bertujuan untuk menciptakan ruang bagi petani yang rentan dan memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dan mengadvokasi posisi mereka dalam aksi ketahanan iklim dengan 'mendorong' adanya partisipasi dari kaum perempuan, difabel, dan anak-anak sebagai wujud dari kesetaraan gender dan inklusi sosial.

"Dampak perubahan iklim di sektor pertanian pasti mempengaruhi kehidupan semua pihak, termasuk juga para perempuan, anak-anak, dan kaum difabel yang lebih rentan terhadap krisis yang diakibatkan oleh dampak perubahan iklim ini," kata Isyanto, Koordinator Program VICRA.

Lanjut Isyanto mengatakan sektor pertanian merupakan salah satu yang terdampak oleh adanya perubahan iklim. Hal ini karena aktivitas pertanian sangat bergantung pada cuaca seperti curah hujan hingga kelembapan udara. Maka, pemetaan bencana alam sebagai dampak perubahan iklim penting dilakukan untuk mengukur kapasitas dan kerentanan komunitas dalam menghadapi fenomena tersebut.

“Cuaca saat ini tidak menentu, perubahan iklim sudah nyata kita rasakan. Musim tanam yang dulunya bisa diprediksi, sekarang bisa tiba-tiba hujan tiba-tiba panas terik. Hal ini juga mempengaruhi sektor pertanian khusus pada produksi padi yang imbasnya pada ketahanan pangan kita,” terang Isyanto melalui rilis yang diterima redaksi PRMN Metro Lampung News.

Sesi foto bersama Pattiro, YKWS dan peserta diskusi suarakan perubahaan iklim yang responsif gender
Sesi foto bersama Pattiro, YKWS dan peserta diskusi suarakan perubahaan iklim yang responsif gender

Diskusi yang diikuti oleh Kepala Desa Tulusrejo beserta jajarannya, Gapoktan Sido Lestari, Kelompok Wanita Tani, Penyuluh Pertanian Lapangan, anggota tim penggerak PKK, Karang Taruna, serta ibu rumah tangga itu sepakat, bahwa kekeringan dan serangan hama penyakit merupakan potensi bencana yang paling banyak merugikan pertanian. “Hama tanaman banyak disebabkan oleh tikus, wereng, dan belalang. Ini biasanya muncul dalam jumlah banyak setelah terjadi kemarau panjang,”ungkap Tri Wahono selaku Ketua Gapoktan Sido Lestari.

Menurut Wahono, serangan tikus dan hama lainnya tersebut bahkan dapat merugikan petani hanya dalam waktu satu malam. Tak tanggung-tanggung, dampaknya bahkan sampai merusak 12 hektar, tidak hanya pada tanaman padi tetapi juga pada tanaman lain seperti jagung. Selain itu, serangan hama yang muncul setelah kemarau panjang, Desa Tulus Rejo juga rentan terhadap bencana kekeringan.

Kepala Desa Tulus Rejo, Hartono mengungkapkan kekeringan terjadi karena suplai air tidak sebanding dengan luas areal pertanian yang harus diairi. “Sebetulnya airnya ada, tetapi debitnya kecil. Sehingga tidak sampai di beberapa area pertanian. Ketika sampai di ujung, debitnya sudah kecil sekali,” tuturnya.

Halaman:

Editor: Alfanny Pratama

Sumber: Rilis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x