Gerakan Masyarakat Sipil Mengkritik Tujuh Isu Substansi dalam Dokumen CIPP JETP 2023

19 November 2023, 22:44 WIB
Gerakan Masyarakat Sipil Mengkritik Tujuh Isu Substansi dalam Dokumen CIPP JETP 2023. /Pixabay/Peggychoucair

 

PR Metro Lampung News-- Gerakan masyarakat sipil #BersihkanIndonesia telah mengungkapkan evaluasi kritis terhadap dokumen Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif (CIPP) Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia selama masa konsultasi publik yang berakhir pada 14 November lalu. Dua perhatian utama yang disoroti #BersihkanIndonesia adalah proses diseminasi informasi serta keterlibatan publik yang tidak signifikan, ditambah dengan tujuh masalah substansi yang dihadapi dalam rancangan CIPP tersebut.

Kritik terhadap proses diseminasi dan konsultasi publik meliputi waktu yang sangat terbatas yang diberikan oleh Sekretariat JETP, hanya dua pekan. Dokumen berbahasa Indonesia baru tersedia pada 10 November, memberikan publik waktu yang sangat singkat, yakni hanya 3 hari, untuk membaca dan memberikan masukan. Hal ini menjadi perhatian khusus mengingat dokumen tersebut mencakup proyek investasi dengan potensi dampak yang serius pada masyarakat luas.

#BersihkanIndonesia menyerukan kepada Sekretariat JETP, International Partners Group (IPG), mitra, dan investor untuk meningkatkan investasi dalam proses diseminasi dan dialog publik dengan memperpanjang masa konsultasi publik. Langkah ini harus diiringi dengan sosialisasi yang lebih luas dan terperinci, terutama di pedesaan dan lokasi-lokasi proyek. Konsultasi publik yang terjadi belum didahului dengan penyebaran informasi yang optimal.

Baca Juga: Perempuan Pulau Pari Keluhkan Kurangnya Respons Pemerintah Terhadap Perlindungan Laut dan Pesisir

"Kami mendesak untuk transparansi sepenuhnya dalam catatan konsultasi publik, ringkasan respon terhadap keberatan dan usulan yang diajukan, serta kesimpulan mengenai integrasi keberatan, masukan, dan usulan dalam CIPP. Ini bertujuan untuk mencapai keterlibatan yang lebih bermakna," ujar Ahmad Ashov Birry, Pengampanye #BersihkanIndonesia dari Trend Asia.

Masalah substansi kedua terfokus pada rancangan dokumen CIPP JETP itu sendiri. #BersihkanIndonesia mengidentifikasi tujuh masalah utama sebagai berikut:

1. Kemunduran Hak Akses: Rancangan CIPP tidak mengatasi kemunduran hak akses terhadap proyek bahan bakar fosil untuk mencapai transisi yang adil. Akses publik terhadap proyek energi yang dapat menciptakan dampak signifikan masih tertutup. Transisi yang adil membutuhkan pendekatan partisipatif dengan proyek-proyek yang didanai oleh JETP mematuhi standar partisipasi masyarakat yang tinggi.

2. Kesenjangan Informasi: Dokumen CIPP mengakui kesenjangan informasi sebagai tantangan, namun tidak menyediakan informasi yang memadai bagi publik untuk memberikan masukan yang bermakna. Informasi terkait status keuangan, perjanjian, dan rincian proyek energi tidak cukup transparan.

3. Target Penurunan Emisi GRK: Rancangan CIPP menunjukkan ambisi iklim yang rendah. Target penurunan emisi pada sektor ketenagalistrikan menimbulkan keraguan akan pencapaian puncak emisi pada tahun 2030. Dokumen ini tidak menawarkan solusi memadai dalam mengelola emisi dari pembangkit listrik batubara yang terhubung di jaringan.

4. Prioritas Investasi dan Kondisi Keuangan PLN: Prioritas investasi terhadap pembangkit listrik baru menimbulkan pertanyaan akan kelebihan pasokan dan kondisi keuangan PLN. Dokumen CIPP belum memberikan jawaban yang memadai terhadap kelebihan pasokan dari pembangkit listrik batubara, tanpa rencana jelas untuk penghentian pembangunan pembangkit listrik batubara.

5. Kurangnya Usulan Kebijakan untuk Pensiun Dini Pembangkit Listrik: Dokumen hanya mengalokasikan pembiayaan untuk dua pembangkit listrik batubara yang akan dihentikan pada tahun 2037, tanpa menawarkan rencana yang cukup untuk pensiun dini pembangkit listrik tenaga batubara on-grid.

6. Penghapusan Bahan Bakar Fosil yang Bergantung pada Solusi Palsu: Rancangan CIPP mengusulkan penghapusan bertahap bahan bakar fosil, tetapi tampaknya bergantung pada solusi yang belum terbukti efektif dalam praktiknya.

7. Keterbatasan Solusi Berbasis Komunitas: Dokumen tidak mengusulkan kebijakan yang memungkinkan solusi energi bersih berbasis komunitas, seperti PLTS atap, dalam status quo yang terhambat oleh regulasi.

Wahyudin, Pengampanye #BersihkanIndonesia dari WALHI Jawa Barat menambahkan dokumen rancangan CIPP sama sekali tidak cerminkan asas keadilan, hanya akal-akalan belaka meminta masukan publik. Dokumen ini menunjukan bahwa pemerintah Indonesia tidak serius untuk memenuhi komitmen Perjanjian Paris.

"Bahkan rancangan CIPP justru terlihat berpotensi semakin memperburuk kesenjangan di
masyarakat, polusi, dan kerusakan lingkungan,” tutup Wahyudin.***

Editor: Lutfi Yulisa

Tags

Terkini

Terpopuler