Stigma Depresi Hingga Bunuh Diri Karena Kurang Iman & Tak Bersyukur adalah Salah Besar

- 26 Januari 2021, 13:50 WIB
Ilustrasi kesehatan mental.
Ilustrasi kesehatan mental. / PIXABAY/totalshape

PR Metro Lampung News-- Bagaimanakah kita mengetahui kesehatan mental dalam kondisi baik? Kesehatan Mental yang baik dilansir dari web Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat (Kementerian Kesehatan) adalah kondisi ketika batin kita berada dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar.

Seseorang yang bermental sehat dapat menggunakan kemampuan atau potensi dirinya secara maksimal dalam menghadapi tantangan hidup, serta menjalin hubungan positif dengan orang lain.

Sebaliknya, orang yang kesehatan mentalnya terganggu akan mengalami gangguan suasana hati, kemampuan berpikir, serta kendali emosi yang pada akhirnya bisa mengarah pada perilaku buruk.

Baca Juga: Lupa Nomor BPJS? Begini Cara Ceknya Bisa Secara Online Maupun Offline

Penyakit mental dapat menyebabkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya dapat merusak interaksi atau hubungan dengan orang lain, namun juga dapat menurunkan prestasi di sekolah dan produktivitas kerja. 

Penyakit mental ini bisa berupa depresi, stres dan gangguan kecemasan. 

Namun Stigma-Stigma negatif kemudian beredar di masyarakat terkait hal-hal yang berhubungan dengan gangguan dan kesehatan mental di atas. 

Dari berapa banyak kasus pasung yang terjadi karena Stigma “orang gila” yang melekat pada orang dengan gangguan mental?

Berapa banyak orang yang melabeli ansos ketika kita ingin menikmati kesendirian sebagai bentuk self-care agar tetap sehat mental? Berapa kali depresi dikaitkan dengan tingkat keimanan dan rasa syukur?

Baca Juga: Sinopsis Episode 2 Dilengkapi Bocoran Episode 3 The Penthouse Selasa 26 Januari 2021, Rahasia di Lantai 35

Rendahnya kesadaran terhadap isu-isu kesehatan mental di masyarakat

Stigma negatif terhadap gangguan dan kesehatan mental memang menjadi keprihatinan kita bersama. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kesadaran terhadap isu-isu kesehatan mental di masyarakat.

Padahal, stigma negatif yang disematkan pada kesehatan dan gangguan mental berakibat jauh lebih buruk dari apa yang pernah kita bayangkan.

Stigma negatif pada orang dengan gangguan mental membuatnya putus asa

Stigma negatif pada gangguan mental bisa membuat orang dengan gangguan mental merasa malu, menyalahkan diri sendiri, putus asa, dan enggan mencari serta menerima bantuan.

Ditambah lagi, stigma-stigma tersebut menjadi sebuah penghakiman yang ekstrem terhadap mereka yang mengalami gangguan mental. Hal ini bisa menjadi pemicu diskriminasi publik yang berpengaruh terhadap kualitas hidup mereka.

Menurut sebuah penelitian, sebanyak 75% orang dengan gangguan mental mengaku pernah mengalami stigma negatif dari masyarakat.

Angka tersebut seakan-akan menggambarkan perilaku masyarakat kita yang minim edukasi, tapi mengedepankan persepsi. Banyak orang masih beranggapan bahwa kesehatan dan gangguan mental adalah sesuatu yang tabu dan layak untuk dihindari.

Baca Juga: Fakta Menarik & Lirik Lagu BTS - Not Today yang Bikin Semangat, Chong! Jojun! Balsa!

Doktrin keliru : gangguan mental adalah hal gaib yang hanya dapat disembuhkan oleh dukun.

Banyak isu-isu yang sengaja tidak dibicarakan karena pemahaman dan kesadaran masyarakat terkait kesehatan mental masih sebatas hal gaib yang hanya dapat disembuhkan oleh dukun.

Dilansir dari laman pijarpsikologi.org, berikut akan dibahas mengenai persepsi negatif atau stigma yang salah tentang kesehatan dan gangguan mental di masyarakat kita.

Introver Sama Dengan Ansos (Anti Sosial)

Introver merupakan salah satu dimensi kepribadian manusia. Seorang introver adalah seseorang yang merasa kesendirian membantunya untuk lebih berenergi.

Mereka yang memiliki kepribadian introver menganggap dengan berada di keramaian maka, energi mereka akan tersedot habis. Itulah mengapa oarang-orang introver lebih memilih untuk menyendiri.

Dengan menyendiri mereka merasa mendapatkan energi dan semangat baru sehingga mereka lebih nyaman dengan kondisi yang demikian.

Mereka yang introver bukan berarti tidak memiliki teman atau anti dengan kehidupan sosial. Namun, ketika membangun hubungan dengan orang lain, mereka lebih mengedepankan kualitas dibandingkan dengan kuantitas interaksi.

Orang introver lebih memilih untuk membentuk kelompok pertemanan yang intim dibandingkan jaringan pertemanan yang luas.

Baca Juga: 12 Kata-Kata Minta Maaf Buat Pacar Agar Kemarahan Si Dia Mereda

Orang Dengan Bipolar Disebut Gila

Gangguan bipolar memang merupakan gangguan mood yang dikenal memiliki dua fase, yaitu manik dan depresif. Seseorang dengan gangguan bipolar dapat berubah dengan cepat dari yang awalnya sangat senang (manik), tiba-tiba menjadi sangat sedih (depresif).

Namun, bukan berarti orang dengan gangguan bipolar adalah orang gila hanya karena mood swing yang tiba-tiba.

Orang-orang dengan gangguan bipolar adalah manusia yang sama seperti kita. Hanya saja, mereka memiliki gangguan perasaan yang apabila ditangani dengan tepat maka gangguan tersebut dapat dikontrol. 

Mariah Carey, Demi Lovato, Kurt Cobain, hingga Marshanda adalah beberapa contoh orang-orang dengan bipolar yang mampu menjalani hidup seperti manusia pada umumnya.

Mereka mampu berkembang menjadi pribadi yang berkualitas dan menjalani peran sosialnya dengan baik. Maka dari itu, stigma “gila” pada bipolar adalah stigma yang tidak beralasan bahkan tanpa dasar. Sayangnya kita sudah melabeli bipolar dengan label negatif.

Baca Juga: 6 Kiat Atasi Pacar yang Sedang Marah, Salah Satunya Jangan Terpancing Emosi

Depresi Disebabkan Karena Kurang Iman dan Kurang Bersyukur

Orang-orang yang mengalami depresi seringkali mendapat cemoohan bahwa mereka kurang dekat dengan Tuhan, kurang beribadah, atau cemoohan seperti kurang bersyukur.

 Padahal komentar yang mencemooh tersebut justru akan semakin membuat orang dengan depresi semakin tenggelam dalam fase depresinya. 

Gangguan depresi adalah gangguan suasana hati yang berdampak pada penurunan kondisi emosi, fisik dan pikiran akibat sedih, hampa dan ketidakberdayaan berkepanjangan.

Depresi bukan tentang bersyukur. Orang-orang dengan depresi klinis memiliki rasa rendah diri yang besar, memiliki perasaan bersalah yang tinggi, dan bahkan memiliki keinginan untuk mati. Depresi juga bukan karena kurangnya ibadah dan hubungan dengan Tuhan.

Seseorang yang mengalami depresi juga pergi beribadah ke gereja, melakukan meditasi bagi penganut Budha, rajin sholat serta puasa bagi Muslim, tetapi masih saja depresi.

Mereka masih mengalami depresi, panic attack, melakukan self-cutting, dan masih berpikir untuk bunuh diri. 

Jadi, depresi tidak hanya sekadar tentang tingkat keimanan, ketagwaan, dan relasi seseorang terhadap Tuhannya. 

Namun, depresi lebih dari itu. Depresi adalah gangguan yang membuat orang dengan gangguan ini sakit. Orang yang depresi adalah orang sakit yang seharusnya diberi perawatan khusus oleh para ahli dan profesional.

Maka dari itu, pernyataan depresi disebabkan karena kurang dekat dengan Tuhan, kurang beribadah dan bersyukur adalah stigma yang salah. Stigma tersebut justru memperburuk kondisi dan perasaan orang yang mengalami depresi.

Baca Juga: Spoiler True Beauty Episode 13, Permintaan Su Hoo kepada Ju Kyung

Sudah saatnya kita bersama-sama menghapus stigma yang salah tentang kesehatan dan gangguan mental

Sudah saatnya, kita sebagai manusia tidak buru-buru memberikan label terhadap orang-orang dengan gangguan mental tanpa adanya pemahaman utuh terkait gangguan mental tersebut.

Sudah saatnya, kita membuka mata dan terbuka terkait isu-isu kesehatan mental yang telah lama kita abaikan.

Dengan demikian, maka dunia akan sangat mungkin menjadi tempat yang ramah bagi siapapun, termasuk orang-orang dengan gangguan mental. Itu karena kita telah menyadari betul bahwa kesehatan mental adalah bagian dari kesehatan diri sebagai manusia.

Gangguan mental tidak lagi jauh dari pemahaman kita, sehingga harapannya tidak ada lagi alasan untuk kita membenarkan Stigma yang salah tentang gangguan dan kesehatan mental yang ada di masyarakat.***

Editor: Lutfi Yulisa

Sumber: promkes.kemkes.go.id Pijar Psikologi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x