Tahukah Kamu, Mengapa Manusia Suka Bergosip?

19 Desember 2020, 09:42 WIB
Ilustrasi orang sedang bergosip. /Pixabay/448271

 

PR Metro Lampung News-- Gosip, gibah, atau gunjing adalah sebuah obrolan atau rumor kosong, yang biasanya berkaitan tentang urusan pribadi atau orang lain.

Dilansir dari laman literasinusantara.com, dalam artikel berjudul 'Mengapa Kita Suka Bergosip? Pro dan Kontra Menurut Psikolog', bahwa manusia sudah suka bergosip sejak zaman batu.

Di zaman mesolitikum itu, ketika para manusia purba melingkari hasil buruan segar, mereka sudah membicarakan manusia lain yang tidak ikut serta berburu dan mengumpulkan bersama-sama hingga akhir.

Hingga 15.000 tahun ke depan, yaitu di masa sekarang, budaya di mana kita suka bergosip itu tidak hilang.

Psychology Today menerangkan gosip kantor mengalir dari mulut ke mulut, dan tergantung dari sudut pandang yang kita ambil- gosip ini pula sealami perbincangan biasa yang mempengaruhi pandangan moral, produktivitas, dan bahkan kesehatan kita.

Baca Juga: Polda Jawa Barat: 3 Tersangka Kasus Prostitusi Artis TA Ditangkap, Mereka Memiliki Peran Berbeda

Sebuah riset dari Universitas Amsterdam menemukan bahwa 90 persen obrolan kantor adalah gosip.

Riset di Institut Teknologi Georgia juga menyimpulkan bahwa gosip mengisi 15 persen surel kantor.

Pertanyaannya: Mengapa kita bergosip? Atau lebih tepatnya, mengapa kita suka bergosip?

Para antropolog percaya bahwa seiring perjalanan kehidupan manusia, gosip telah menjadi sebuah cara bagi kita untuk tetap berhubungan erat dengan orang lain dan terkadang, gosip menjadi alat untuk mengisolasi mereka yang dianggap tidak mendukung pandangan suatu kelompok.

Manusia punya dorongan ingin tahu yang kuat tentang kehidupan orang lain. Ada semacam kesenangan tersendiri ketika mendengar kabar miring tentang orang lain.

Baca Juga: Ini 7 Cara Melihat Status Penerima BST Rp300 ribu dari Kemensos

Istilah ini disebut schadenfreude, yaitu istilah yang berasal dari bahasa Jerman yang diartikan sebagai perasaan bahagia yang timbul saat melihat penderitaan orang lain.

Perasaan schadenfreude inilah yang juga digunakan industri gosip di televisi maupun majalah hingga menghasilkan keuntungan berlimpah. Ketika melihat artis di layar kaca, mungkin kita kerap berkomentar, “Mereka mungkin kaya raya, tapi setidaknya aku tidak mengonsumsi narkoba.”***

Editor: Lutfi Yulisa

Sumber: Literasi Nusantara

Tags

Terkini

Terpopuler