Khutbah Jumat Edisi 21 Mei 2021 tentang Hubungan Manusia Pasca Ramadan atau Syawal

- 21 Mei 2021, 01:46 WIB
Ilustrasi khutbah Jumat
Ilustrasi khutbah Jumat /Unsplash/PhilippeCollard

"Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.' Rasulullah ﷺ bersabda, 'Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain.

Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka.' (HR. Muslim: 4678).

Dalam kisah di atas, jelas bahwa berperilaku baik kepada sesama manusia merupakan hal yang sangat penting. Karna pahala ibadah seseorang bisa habis lantaran ia menyakiti orang lain selama di dunia. Bahkan, ia pun bisa menanggung dosa orang yang disakiti jika pahalanya tidak mencukupi. Habis pahala, dosa bertambah. Itulah gambaran orang yang suka menyakiti orang lain kelak di hari kiamat. Maka, pada momentum idul fitri ini, mari kita bersama saling memaafkan, meminta maaf kepada mereka yang pernah kita sakiti dan memberikan maaf kepada orang yang pernah menyakiti kita. Mengapa maaf menjadi penting? Karena dosa seseorang yang dilakukan kepada sesama manusia tidak akan diampuni oleh Allah tanpa pemberian maaf dari orang yang pernah disakiti. Jika berdosa kepada Allah seperti meninggalkan sholat, tidak berpuasa, tidak berzakat, atau bahkan syirik sekalipun, cukup kepada Allah saja kita memohon ampun. Tetapi, jika dosa yang kita lakukan melibatkan manusia dengan menyakiti mereka, maka kita juga harus meminta maaf kepada yang bersangkutan dan mengembalikan haknya yang telah kita ambil. Imam An-Nawawi dalam kitabnya “Riyadus Shalihin” memaparkan bahwa pertaubatan untuk perbuatan maksiat yang terjadi sesama manusia, dilakukan dengan empat tahapan. Pertama, bertaubat dan berhenti dari perbuatan tersebut. Kedua, menghadirkan penyesalan dalam diri atas kesalahan dan kemaksiatan yang pernah dilakukannya. Ketiga, berniat sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut. Dan yang terakhir adalah mengembalikan tanggungan atau hak-hak yang telah kita ambil dari orang yang telah kita sakiti. Dalam kitabnya, beliau menuliskan sebagai berikut:

وأَنْ يَبْرَأَ مِنْ حَقِّ صَاحِبِهَا، فَإِنْ كَانَتْ مَالاً أَوْ نَحْوَهُ رَدُّهُ إِلَيْهِ،

Jika tanggungan itu berupa harta atau sejenisnya, maka wajib mengembalikan harta itu kepada yang berhak.

وَإِنْ كَانَتْ حَدَّ قَذْفٍ وَنَحْوَهُ مَكَّنَهُ مِنْهُ أَوْ طَلَبَ عَفْوَهُ،

Jikalau berupa tuduhan zina atau tuduhan lainnya, maka hendaklah mencabut tuduhannya tadi dari orang itu, atau meminta maaf kepadanya.

وَإِنْ كَانَتْ غِيْبَةً اِسْتَحَلَّهُ مِنْهَا

Dan jika berupa pengumpatan, cacian, ghibah, dan kejahatan lisan lainnya, maka hendaklah meminta maaf kepada orang yang yang telah disakitinya. Itulah penjelasan Imam Nawawi tentang pertaubatan atas maksiat seorang hamba yang menyakiti sesama manusia. Hadirin yang dirahmati Allah, Semoga, dengan berhasilnya kita melalui tempaan diri di bulan Ramadhan, kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik dalam beribadah kepada Allah, dan membawa kebaikan sosial yang lebih baik dalam kehidupan kita. Amin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Halaman:

Editor: D. W. Kusuma

Sumber: Instagram NU Online @nuonline_id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x