Jumlah Perokok Anak Meningkat, Ini Penyebab serta Upaya Menurunkan Prevalensi Perokok Anak

- 30 Oktober 2022, 12:36 WIB
Jumlah Perokok Anak Meningkat, Ini Penyebab serta Upaya  Menurunkan Prevalensi Perokok Anak
Jumlah Perokok Anak Meningkat, Ini Penyebab serta Upaya Menurunkan Prevalensi Perokok Anak /Pixabay/41330 /

PR Metro Lampung News-- Melalui workshop Peta Jalan IHT: Menakar Arah Kebijakan Cukai Rokok pada 27 Oktober 2022, Eva Susanti, Direktur pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular (P2PTM) Kemenkes RI menekankan bahwa kesehatan adalah hal yang penting, karena tanpa kesehatan semua tidak berarti. 

Penduduk Indonesia 68% merupakan usia produktif yakni usia 15-64 tahun.

Jika megandalkan bonus demografi saja tidaklah cukup, sehingga pembangunan SDM adalah hal yang penting.

Berdasarkan data Kemenkes RI, 6 dari 10 penyebab kematian tertinggi di Indonesia di dominasi penyakit tidak mular dan rokok merupakan pengaruh kedua tertinggi untuk penyakit tidak menular.

Jumlah Perokok Anak Meningkat

Eva Susanti menyoroti bahwa di Indonesia pengeluaran rokok 3x lipat lebih tinggi dibanding protein, banyak anak-anak kurang mengonsumsi protein.

Direktur P2PTM Kemenkes RI  ini melanjutkan meski sudah ada PP 109/2012 nyatanya penjualan, konsumsi rokok, perokok anak, kematian dan biaya perawatan akibat rokok terus meningkat.

Berdasarkan data dari GATS, 2021 konsumsi rokok dan rokok elektrik meningkat 34,5 persen atau sekitar 70,2 juta orang dewasa Indonesia mengkonsumsi produk tembakau.

Baca Juga: Belum Banyak Diketahui, Inilah Dampak Kesehatan dari Rokok Elektrik

Kemudian pengguna rokok elektrik meningkat 10 kali lipat dari tahun 2011 ke 2021 dari 0,3 persen ke 3 persen.

PP 109/2012 ternyata juga belum efektif untuk menurunkan jumlah perokok anak karena akses untuk mendapatkan rokok sangat mudah dan murah.

"Mereka bisa membeli eceran."

Terbukti 71,3 pesen perokok remaja membeli rokok eceran berdasarkan data GATS, 2021.

Selain itu meningkatnya paparan iklan di media luar ruang dan internet juga mempengaruhi meningkatnya perokok anak.

Data Riskesdas 2013, 2018, dan Sirkenas 2016 menunjukkan 3 dari 4 orang memulai merokok di usia kurang dari 20 tahun.

Jika tidak dikendalikan prevalensi anak akan meningkat 16 persen di tahun 2030.

Belum lagi biaya perawatan untuk penyakit akibat merokok 3x lipat lebih besar dibanding cukai yang diterima negara.

Data Kemenkeu dalam Laporan Kinerja Direktorat Bea dan Cukai Kemenkeu, 2017 memperlihatkan penerimaan cukai hasil tembakau di tahun 2017 sebesar Rp147, 7 triliun, namun kerugian makro Rp431, 8 triliun.

Sehingga ada selisih kerugian Rp284,1 triliun.

Tarigan, I, et.al dalam Laporan Studi Biaya Kesehatan dari Penyakit akibat Rokok, 2020 memperlihatkan ada 4,9 juta kasus dan 209 ribu kematian akibat rokok di tahun 2017.

Upaya Menurunkan Prevalensi Perokok Anak

 

Melihat hal di atas, Eva Susanti berharap adanya upaya bersama untuk menyelamatkan generasi muda agar bisa lebih produktif dan sehat.

Seperti dengan menaikkan cukai tembakau, penggunaan tembakau untuk industri lain selain rokok , serta memberikan peringatan pesan bergambar di kemasan rokok yang lebih besar.

"Di indonesia pesan peringatan bergambar berukuran paling kecil dibanding berbagai negara lain seperti India, Singapura, Timor Leste dan Malaysia. (sumber WHO)

Sehingga Kemenkes berkomitmen untuk merevisi PP 109/2012 agar menurunkan prevalensi perokok anak sesuai amanat RPJMN Tahun 2020-2024.***

Editor: Lutfi Yulisa


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x